Kehilangan

Pernahkah kau merasa kehilangan ? Kehilangan hingga tak bisa berkata-kata, kehilangan hingga tak bisa menangis, kehilangan hingga muncul rasa hampa, kehilangan hingga kau berteriak seperti anjing melolong ditengah malam gelap, kehilangan hingga kelu seluruh tubuh, kehilangan hingga hanya ada tatapan nanar, kehilangan hingga tak lagi terdengar suara di daun telingga, kehilangan yang dalam lebih dari seorang Bella Swan ketika ditinggal Edward Cullen.

Pernahkah, ada yang hilang meski kita menjaga dengan baik-baik dan tidak pernah menempatkannya ditempat yang salah ? Pernahkah, Kau justru menjadi tersangka utama atas kehilangan itu, meski bukan kau yang bersalah ? Pernahkah kau memakan semua makanan yang terlezat didunia hanya untuk menggantikan rasa kehilangan itu? Pernahkah kau merasa indentitasmu hilang meski KTP masih tersimpan di dompet ?

Aku perempuan yang pernah merasakan kehilangan itu hingga saat ini.Kehilangan disaat yang tidak diduga dan terjadi ditempat yang paling aman, diwaktu ketika orang-orang masih banyak berkumpul di halaman muka rumahnya, dan saat hati sedang berbunga-bunga. Hingga ku tak menyadari sebuah bahaya mengintai diriku dan siap membuat darahku membeku.

Rasa aman itu bisa menjadi momok buat diriku, karena bisa menjadi ancaman yang luar biasa berbahaya. Lebih dari BISA ular terganas di dunia .

Kejadiannya begitu cepat,secepat kilat seolah ia sudah tahu titik lemahkku. Sekelebat mata ia berjalan dimukaku dan dalam hitungan detik semua duniaku menjadi gelap. Sesuatu telah terenggut dariku hingga membuatku melolong karena sebuah kehilangan yang amat sangat.Tawa yang menyeringai dimukanya, seolah petanda kemenangan untuknya.

Air muka kemarahan menjadikan aku berlari dan berusaha mengejar pencuri itu. Aku berhasil memukulnya namun rasa kehilanganku tak bisa terhapus dengan ungkapan kemarahan itu. Pencuri tak beradab itu lari tunggang langgang dan meninggalkan kesan kalau aku tak berkuasa atas diriku sendiri.

Aku menjadi korban pelecehan seksual yang berjarak 40 meter dari rumahku, disaat bulan Ramadhan, Jam 7 Malam, dengan menggunakan baju baseball lengan panjang dan berjalan sambil menjinjing dua kantong plastik kebutuhan pokok.

Teriakan di malam suci itu, menjadi sayatan dalam hati dan tubuhku. Bukan keibaan yang kubutuhkan malam itu, tapi penyembuh rasa kehilangan. Bukan kalimat penghibur yang bernada "Sudahlah, itukan biasa ..." BIASA ????? tanyaku lantang… berapa jiwa yang mati terbunuh meski napasnya masih berhembus karena apa yang terjadi dianggap BIASA.

Dan ketika ku menceritakan detail kejadian, aku merasa sebuah rongga besar mengangga di jiwaku dan tubuhku. Rasa yang tak pernah ingin aku ingat seumur hidupku. Rasa kehilangan bagian terdekat diriku. Tatapan mata dan setiap pertanyaan yang diajukan kepadaku membuatku sebagai tersangka yang patut dihukum gantung.

Bukan salahku untuk beraktifitas, bukan salahku menggunakan baju yang kuinginkan, bukan salahku untuk berjalan seorang diri, bukan salahku untuk merasa tubuhku adalah miliku dan tak seorangpun berhak untuk menyentuh, merasakan dan merenggutnya dariku.

Aku kehilangan hingga beku dan kelu saat seorang laki-laki menyentuhku dengan alasan tak mampu mengendalikan hawa nafsunya. Dan akulah tersangka utamanya ...

Komentar