Hari Perempuan atau Hari Ibu ?


Saya tertarik untuk mempertanyakan tanggal 22 ini apakah kita memperingatinya sebagai hari perempuan atau hari ibu di Indonesia ?

Pagi hari ini, isi timeline twitter saya sudah penuh dengan bahasan dan ungkapan terima kasih kepada ibu karena perannya untuk membimbing dan memberikan kasih sayang yang tulus kepada anak-anaknya,termasuk saya. Meskipun begitu, saya mempertanyakan makna sebenarnya dari Hari Ibu khususnya yang diperingati oleh bangsa Indonesia. Saya pernah mengikuti kursus feminisme yang diadakan Jurnal Perempuan, yang pada saat itu juga membahas mengenai sejarah pergerakan perempuan di Indonesia. Tergelitik oleh rasa ingin tahu tentang penelusuran sejarah hari Ibu di Indonesia saya coba buka lagi Jurnal Perempuan 52 yang mengangkat topik mengenai "Kami Punya Sejarah".

Dari apa yang saya baca dan pelajari dalam kursus feminisme tersebut, ternyata banyak sekali penyimpangan makna dalam perayaan Hari Ibu yang saat ini dirayakan. Perayaan hari ibu, akhirnya hanya dimaknai sebagai simbol-simbol dan tidak menyentuh pada persoalan perempuan sebenarnya.

Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1969. Tanggal tersebut dipilih untuk mengenang Kongres Perempuan pertama pada 31 tahun sebelumnya, di Yogyakarta pada tahun 1928. Kongres Perempuan I, tersebut merupakan salah satu momentum perjuangan perempuan di Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan di seluruh Indonesia berkumpul dan membahas mengenai perjuangan menuntut kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan.

Dengan membahas masalah persatuan perempuan, keterlibatan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan, keterlibatan perempuan dalam membangun bangsa, perdagangan perempuan dan anak, perbaikan gizi, dan kesehatan ibu dan bayi, pernikahan dini perempuan.

Misi awal memperingati Hari Ibu untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan untuk perbaikan kualitas bangsa ini. Kalau mau menilik lagi pada era tersebut, maka perempuan Indonesia sebenarnya sudah melangkah lebih maju sebelum kemerdekaan di raih oleh bangsa ini.

Konsep kesamaan hak dan penghancuran terhadap mitos perempuan sudah mulai diperjuangkan oleh mereka. Melalui kongres inilah cikal bakal perjuangan perempuan di Indonesia untuk mendapatkan posisinya dalam bidang politik, sosial, budaya dan agama.


Namun kini, peran ibu sesuai dengan kodratnya, melahirkan, menyusui dan mengandung yang kemudian menjadi alasan kita mengungkapkan ucapan selamat Hari Ibu. Penggunaan kata Ibu, akhirnya menyempitkan makna dari perjuangan kaum perempuan di ranah publik. Bahkan ada sebagaian perempuan yang beranggapan kalau hari Ibu hanya diperuntukan untuk ibu yang sudah mengandung, melahirkan dan menyusui. Dan justru menjauhkan isu-isu ke-perempuanan dan perjuangan perbaikan hak perempuan. Karena yang ditonjolkan hanya peran - peran perempuan dalam ranah domestik. Perayaan Hari Ibu, akhirnya mengikuti fokus peringatan Mother's Day di sebagian negara Eropa dan Timur Tengah, yang menurun dari kebiasaan memuja Dewi Rhea, istri Dewa Kronos, ibu para dewa dalam mitologi Yunani.

Disebagian negara tersebut, peringatan hari Ibu memiliki perbedaan, di Eropa dan Timur Tengah diperingati setiap bulan Maret, sendangkan di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya jatuh pada bulan Mei pada hari Minggu kedua, karena pada waktu itu di tahun 1870 aktivis Julia Ward Howe mencanangkan pentingkya perempuan bersatu melawan perang saudara di Amerika.

Tulisan ini sama sekali bukan bermaksud mengecilkan peran ibu, namun justru sebaliknya guna mengangkat peran perempuan dalam segala bidang yang bukan hanya berlandaskan peran domestiknya. Karena seperti yang terjadi hari ini, dalam pemberitaan media massa, saya menonton lomba mencuci baju yang dilakukan bapak dan anak dalam rangka peringkatan hari ibu, lomba menyuapi ibu atau promo diskon dalam rangka hari ibu,sebagai ungkapan kasih sayang pada ibu. Tapi tidak melirik isu mengenai angka kematian ibu dan balita, malnutrisi kaum perempuan, rendahnya tingkat literasi perempuan, kasus trafficking, kekerasan terhadap perempuan dan diskriminasi kaum perempuan karena sosial, budaya dan agama.

Pada akhirnya kita hanya menjadikan momentum itu sebagai simbol yang diperkuat oleh komersialisasi dan penyebaran ide lewat media massa yang lebih senang mengangkat tentang pemberian hadiah bagi ibu atau acara makan-makan yang dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih bagi seorang ibu.

Saya menanyakan juga kepada beberapa teman, siapa tokoh perempuan yang ia kenal ? Muncul nama RA Kartini dan Dewi Sartika, hanya nama-nama inilah yang sering terdengar nama seperti Roehana Koeddoes dan SK Trimurti tidak muncul dalam benak mereka. Karena selama ini kita tidak pernah dikenalkan secara lebih luas mengenai perjuangan perempuan dan tenggelam dalam pengagungan fungsi domestik -nya saja.

Oleh karena, itu penting untuk kita memperingati Hari Ibu bukan sekadar menjadikan simbol. Namun menjadikannya, momentum untuk melihat berbagai macam ketimpangan yang terjadi pada perempuan dan itu merupakan PR bersama (baik laki-laki dan perempuan) untuk menuntaskannya sebagai anak-anak yang lahir dari rahim seorang perempuan.

Komentar