Era kebebasan pers yang diawali dengan jatuhnya pemerintahan Soeharto, telah membuat meningkatannya pertumbuhan media. Meskipun, pertumbuhan media di Indonesia begitu tinggi bukan berarti mereka dapat bertahan, persaingan yang begitu besar antar media membuat banyak media akhirnya berguguran.
Berlakunya hukum pasar yang dingin dan rasional merupakan salah satu penyebabnya. Selain itu juga laju pertumbuhan ekonomi yang mengalami kemuduran juga merupakan salah satu penyebab.
Keekslusif berita pada era Kebebasan Pers tidak lagi diletakkan pada berita-berita ‘berani’ yang pada era Soeharto menjadi salah satu nilai jual plus. Pada era sekarang ini, sedikitnya ada empat hal yang perlu dielaborasi :
1. Faktor kecepatan dari sebuah berita, mengejar kecepatan memperoleh berita terkadang menyampingkan persoalan etika dalam mendapatkan berita. Saat terjadi erupsi gunung Merapi tahun lalu, reporter sebuah stasiun televisi melakukan kesalahan menyampaikan informasi dalam acara breaking news dengan mengatakan awan panas akan melanda kawasan Yogyakarta sekitarnya dan berita ini menyebabkan kegemparan.
2. Faktor kelengkapan. Perkembangan sebuah peristiwa dapat diikuti dan kemudian ditayangkan oleh internet dan media elektronik dalam bilangan detik ke detik. Kemampuan reporter dalam mengolah data di lapangan menjadi suatu hal yang mutlak guna penyampaian informasi yang akurat dan factual.
3. Faktor kedalaman. Pers juga dituntut untuk menang bersaing di pasar, pers cetak bekerja sangat keras dan harus cerdas menyajikan lapaoran mendalam. Tingginya persaingan membuat insan pers haruslah memiliki ketajaman sudut pandang dan kekayaan perspektif. Laporan investigatif masalah-masalah yang berkaitan dengan publik menjadikan pers sebagai fungsi kontrol. Kepekaan seorang jurnalis dalam mengangkat sebuah issue menjadi penting dan kemampuan seorang jurnalis untuk lepas dari berbagai macam kepentingan yang terkait berita yang akan ia olah. Bukan hanya berbicara mekanisme pasar atau laku dan tidak lakunya sebuah berita tapi kepentingan public untuk tahu mengenai sebuah informasi.
Persaingan yang begitu ketat antar media, tidak saja memerlukan perbaikan kualitas dari media tapi juga menekankan pada aspek pendistribusian media kepada pembaca. Perkembangan teknologi informasi memungkinkan media saat ini untuk melakukan konvergensi sehingga informasi yang di sampaikan dapat di lakukan kapan saja dan di mana saja. Konvergensi media ini, menjawab pertanyaan bisakah media cetak bersaing dengan media elektronik yang secara pesat berkembang dewasa ini.
4. Bangsa Indonesia majemuk dengan ikatan-ikatan primordial yang masih hidup dan kuat. Namun hal tersebut tidak membuat pers yang berbasiskan dengan ikatan primordial tersebut dapat tumbuh dengan baik di pasar bahkan di ‘kandangnya” sendiri. Hal ini terbukti dengan matinya media yang berbasiskan dari partai politik yang menang pada saat pemilu 1999. Tidak adanya korelasi antara pilihan politik dengan media yang dibacanya. Publik tetap memilih media yang independen . publik tidak suka dengan pers yang berwatak partisan. Hal ini juga berakibat banyaknya media partisan yang berguguran karena kacamata kepentingannya hanya untuk kepentingan menarik massa dan menyakinkan pembaca untuk memilih partainya. Rakyat sudah terlalu cerdas untuk umpan-umpan dangkal di media massa partisan.
Pers Indonesia saat ini, tidak saja dituntut untuk dapat menghasilkan karya jurnalistik yang baik tapi juga mutu independensinya sebagai bahan kontrol publik pada penguasa. Pers sebagai kekuatan keempat menjadi salah satu badan control yang di miliki rakyat dalam mencermati kebijakan-kebijakan yang di lakukan pemerintah. Kekuatan media dalam meng’agenda’kan sebuah wacana yang di anggap penting mutlak untuk memiliki tingkat ketajamanan dan kepentingan yang berpihak kepada rakyat.
Wacana public harus di kedepankan oleh media massa, pertanyaannya sekarang sudahkah wacana public tersebut terlepas dari kepentingan ekonomi politik media massa ?
Dan sudahkah karya jurnalistik di hasilkan oleh para insan pers yang independen, mengedepankan nilai-nilai humanis dan berpihak bagi yang lemah ?
Foto : Di ambil dari ruang pamer Kaul 1 tahun Gus Dur
Materi di sarikan dari seminar yang di adakan Program Pasca Sarjana UPDM (B)
Komentar