Ketika Informasi Blur

Resensi Buku BLUR BAGAIMANA MENGETAHUI KEBENARAN DI ERA BANJIR INFORMASI BILL KOVACH dan TOM ROSENSTIEL PENERBIT : DEWAN PERS NOVEMBER 2012 JUMLAH HALAMAN : 225



 Tanggal 27 Desember 2012, timeline di twitter penuh dengan berita dan informasi mengenai seorang anak bernama Ayu yang meninggal di RS Harapan Kita, pada saat ada shooting sinetron “ Love in Paris “ di ruang ICCU. Sebagian besar informasi yang di salurkan melalui sosial media, menerangkan “seolah-olah” penyebab kematian Ayu adalah dikarenakan adanya shooting di ruang ICCU yang mengganggu jadwal Ayu untuk kemoterapi. Kesimpang siuran informasi melalui sosial media sering kali terjadi karena para awak media hanya mengejar kecepatan sebuah informasi tersebut disampaikan kepada khalayak. Aspek kebenaran sebuah informasi tidak diverifikasi lebih lanjut guna mengejar kecepatan informasi tersebut untuk disajikan. “Blur” (2011) menjadi pengingat dan cermin bagi kinerja para jurnalis, disaat media massa berlomba-lomba untuk menyajikan berita dalam hitungan detik berkat dukungan teknologi informasi saat ini . Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dua orang sahabat yang sebelumnya telah menulis buku Warp Speed: America in the Age of Mixed Media (1999) dan The Elements of Journalism : What Newspeople Should Know and the Public Should Expect. Buku yang telah diterjemahkan lebih dari 40 bahasa ini memperkenalkan sembilan elemen jurnalisme. Buku ini direvisi dengan menambahkan elemen ke -10 mengenai “ Hak dan Tanggungjawab Warga.” Keberadaan internet dan sosial media dalam penyampaian informasi dan berita, berdampak pada lubernya informasi yang diterima oleh khalayak. Informasi saat ini ada dalam gengaman setiap orang tak terbatas jarak dan waktu lagi. Hal ini berdampak pada proses demokratisasi sebuah Negara, setiap orang mampu menyalurkan dan menerima informasi secara cepat dan massif. Bill dan Tom, menuliskan perkembangan besar dalam komunikasi yang dibagi menjadi tiga perkembangan dari seni, bahasa dan yang ketiga tulisan (hal. 15 ). Perkembangan komunikasi menjadi tulisan. Masyarakat di era teknologi informasi seperti saat ini perlu menjadi editor bagi diri sendiri. Ketrampilan-ketrampilan yang harus dimiliki antara lain (hal. 32) : (1) Cara berpengetahuan skeptis, (2) Konten Macam Apa ini ? Howie Schneider, mantan editor Koran mengingatkan sejumlah mahasiswa di State University of New York di Stonny Brook untuk “kenali lingkunganmu.” Berita yang didengar dan diterima harus diindetifikasi apakah itu berita, propaganda, iklan, kehumasan, hiburan atau informasi mentah. Kovach dan Rosentiel mengindetifikasi ada empat model berita dengan nilai dan tujuan yang berbeda (hal. 35 ) yakni : jurnalisme verifikasi, jurnalisme pernyataan, jurnalisme pengukuhan dan jurnalisme kaum kepentingan. Dengan disertai beberapa contoh yang terbaru, Kovach dan Rosentiel mengungkapkan beberapa media yang termasuk dalam golongan ini. Dalam buku Blur, Kovach dan Rosenstiel melihat beberapa fungsi yang diminta oleh para konsumen berita dari dunia jurnalisme (hal 184 -190): <b>Auntheticator</b> – konsumen perlu wartawan buat memeriksa keauntentikan suatu informasi, mana fakta benar, mana yang dapat diandalkan. Masyarakat tak melihat wartawan hanya sebagai penyedia informasi. Mereka memerlukan wartawan untuk menerangkan bukti dan dasar untuk memahami mengapa suatu informasi bisa dipercaya. Peran aunthenticator memerlukan keahlian yang lebih canggih dari suatu redaksi. >Sense Maker – Jurnalisme juga cocok untuk memaikan peran sebagai sense maker, menerangkan sesuatu masuk akal atau tidak. Peran ini jadi penting karena sekarang banyak informasi lewat internet yang tidak masuk akal sehat. Kebingungan dan ketidakpastian lebih sering muncul. Investigator – wartawan harus terus berfungsi sebagai investigator guna mengawasi kekuasaan serta membongkar kejahatan dalam pelaksanaan pemerintahan. Jurnalisme yang membongkar apa yang tersembunyi, atau dirahasiakan, sangat penting untuk merawat demokrasi. Ia adalah fundamental bagi jurnalisme baru maupun lama. >Witness Bearer</b> – Ada kejadian – kejadian tertentu dalam setiap masyarakat yang harus diamati, dipantau dan diteliti. Wartawan tetap harus berada di tempat-tempat tertentu, termasuk di kantor-kantor pemerintahan, dimana mereka menjadi saksi kejadian penting. Jika sumber daya mereka kurang, maka pers harus menemukan cara untuk minta bantuan citizen reporter. Disni ada potensi untuk menciptaka kemitraan dengan warga. Disini juga terletak kewajiban masyarakat untuk memberdayakan jurnalisme. <b>Empowerer – ini fungsi saling pemberdayaan; wartawan dan warga. Wartawan memberdayakan warga dengan membagikan pengalaman dan pengetahuan dalam newsgathering. >Smart Aggregator – masyarakat memerlukan aggregator cerdas yang rajin menulusuri web serta menawarkan informasi bermutu kepada masyarkat. Wacana organisasi berita sebagai “taman tertutup” yang hanya menawarkan karya mereka sendiri, sudah berakhir. Wartawan cerdas harus berbagi sumber yang bisa diandalkan <b>Forum Organizer – sebuah organisasi berita, baru atau lama, juga dapat berfungsi sebagai “alun-alun” dimana warga bisa memantau suara dari semua pihak, bukan hanya suara kelompok atau ideologi mereka sendiri. Panutan - Pers harus dapat menjadi panutan terlebih dalam era digital saat ini, karena dengan keterbukaan informasi masyarakat dapat mengukur kinerja pers sebagai panutan mereka dalam mengambil keputusan atau tidak. Perkembangan teknologi pada akhirnya akan membawa perubahan tidak saja pada kerja keredaksian tapi juga publik, dengan perkembangan teknologi saat ini publik dapat bersinggungan langsung dengan media massa. Platform media konvensional berubah karena tampilan di web memungkinkan sebuah berita dapat dikemas secara lebih mendalam, padat dan luas (hal. 191-192). Media literasi juga menjadi hal yang mutlak untuk dipelajari oleh publik agar dapat melakukan seleksi terhadap derasnya arus informasi. Disamping itu juga peranan editor menjadi sangat penting guna melakukan proses seleksi berita yang dimuat terutama ketika ada pelibatan jurnalisme warga dalam sebuah peliputan berita. John Dewey dalam epilog yang ditulis dibuku ini mengatakan “ satu-satunya peran pers yang dapat dibenarkan adalah membantu mendidik publik, membantu mereka lebih mampu berpartisipasi dalam masyarakat demokratis. Pers tidak punya tugas lain diluar itu. Tidak juga dengan pendidikan secara incidental. Demokrasi tak bisa diselamatkan dengan hilangnya harapan kearah sana. Dan kini seabad kemudia teknologi telah memenuhi visi Dewey, saatnya untuk pendidikan tiba. Penutup dalam buku ini akhirnya menyadarkan kita pada fungsi pers sebenarnya ditengah arus informasi yang mbludak dan kepentingan di balik kepemilikan media. Buku ini wajib untuk dibaca oleh mahasiswa konsentrasi jurnalistik, praktisi, dosen dan masyarakat pada umumnya guna mengawasi bersama limpahan informasi yang ditunjang oleh teknologi.

Komentar