Bali identik dengan Ubud dan Kuta tampaknya kurang lengkap kalau kita tidak berkunjung ke dua tempat tersebut. Tapi langkah kaki saya tak lagi mengarah kesana saat menginjak pulau Dewata. Ada sebuah desa yang menarik untuk dikunjungi pada trip kali ini. Desa Tenganan yang berada di daerah Manggis, Karang Asem memiliki daya eksotis tersendiri untuk di kunjungi.
Saya memulai perjalanan ke Karang Asem dengan menggunakan taksi menuju Terminal Bis Batu Bulan, bis yang saya naiki memasang tarif dua puluh ribu menuju Candi Dasa, Karang Asem. Selama perjalanan ada sisi yang berbeda saya lihat dari Bali yang selama ini tenggelam dalam hiruk pikuk perkotaan . Setelah menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam satu tiba di Candi Dasa . Saya menginap di Cottage "Kelapa Mas" yang homy dengan pemandangan lautnya.
Kerajinan Lontar
Saya kemudian masuk ke sebuah rumah yang di depannya tertampang tulisan tenun tenganan. Menurut cerita yang saya peroleh, tenun dari Tenganan ini di buat dengan proses yang lama dan memiliki motif yang unik. Salah satu penenun Ibu Ni Wayan Sudiati mengerjakan sebuah kain dalam waktu yang 1- 3 bulan tergantung dari motif yang akan di buat. Proses pewarnaan benang juga menggunakan bahan-bahan alami yang di warnai selama 1 tahun dengan cara helai benang yang akan di proses akan di warna selama 3 bulan di keringkan dan celupkan lagi ke bahan pewarna. Hal unik lainnya, tenun Tenganan juga menggunakan sistem dua ikat bukan satu ikat. Secara detail ibu Ni Wayan menjelaskan kepada saya bagaimana proses pembuatan kain tersebut. Ni Wayan merupakan salah satu pengrajin kain tenun Tenganan yang pernah di undang ke Jepang untuk mendemonstrasikan tenunannya. Begitu saya tanya harga selember kain yang dapat di gunakan untuk taplak meja, harganya sekitar tiga ratus ribu rupiah. Sebuah harga yang tidak terlalu mahal untuk selembar kain yang dalam pembuatannya membutuhkan ketelitiaan, kesabaran dan ketekunan.
Motif Kain Tenganan
Proses Penenunan
Ibu Ni Wayan Sudiati menunjukkan benang yang sedang dalam proses pewarnaan
Ibu Ni Wayan Sudiati membuka kursus tenun satu ikat, biasanya para muridnya datang dari manca negara yang memang tertarik untuk belajar menenun. Meski menghasilkan karya yang indah namun regenerasi penenun di Desa Tenganan sulit di lakukan,karena prosesnya yang lama sehingga tidak banyak kaum muda yang tertarik untuk belajar menenun jelas ibu Ni Wayan.
Selembar kain tenun ikat bisa mengurai banyak cerita mengenai keteladanan, kesederhanaan, dan ketekunan. Jika ke Bali jangan lewatkan kesempatan untuk berkunjung ke Candi Dasa dan Desa Tenganan.
Komentar