Intan dan Aria, share mengenai pengalaman mereka di Fikom UPDM (B)
Kesempatan dan waktu mempertemukan saya kembali dengan Intan dan Aria. Intan dalam pandangan saya merupakan sosok yang tidak bisa diam dalam melihat sesuatu yang sesuai dengan passionnya. Awal pertemuan saya dengan Intan ketika saya membuat sebuah penelitian mengenai gerakan #SahabatLokananta yang digagasnya bersama beberapa temannya. Gagasan yang timbul karena keprihatinan mengenai studio Lokananta, Solo yang terbengkalai ini ramai diperbicangkan orang di media sosial berkat inisiasi Intan yang peduli dengan nasib Lokananta yang merupakan bagian sejarah industri musik dan rekaman di Indonesia. Gerakan #sahabatlokananta akhirnya menjadi sebuah gerakan nasional yang mampu menyedot perhatian berbagai kalangan untuk melakukan upaya penyelamatan musik-musik Indonesia, dan menjadi sebuah pembuktian jika media sosial memiliki daya untuk mendorong perubahan sosial. Hal ini dikarenakan Intan dan teman-teman mampu mengolah konten dengan tulus, unik dan berbeda dengan gerakan lainnya. Berhasil melakukan gerakan #SahabatLokananta, Intan yang memiliki hobi travelling ke beberapa tempat di Indonesia, jatuh cinta dengan Timur Indonesia. Keindahan alam Timur Indonesia akhirnya mendorongnya lagi, bersama Aria untuk melakukan sesuatu. Aria sendiri awalnya sudah bekerja di salah satu agency iklan ternama di Jakarta, setiap weekend ia melakukan aktifitas jalan-jalan ke berbagai kota di Indonesia. Kegiatan ini akhirnya membuatnya nekat untuk melakukan perjalanan ke Flores seorang diri dengan mobil. Aria menemukan sesuatu di Timur Indonesia, yang mungkin bagi sebagian anak muda lainnya akan enggan untuk meninggalkan geliat manja Ibukota. Sebagai anak yang tinggal di Jakarta kita memiliki akses yang lebih beruntung dibandingkan remaja yang tinggal di Timur Indonesia, akses informasi yang terbatas, akses transportasi dan pendidikan menjadi kendala mereka dalam mengeksplorasi dan memberdayakan diri serta lingkungan sekitarnya. Keprihatinan ini, merupakan cikal bakal gerakan Menuju Timur yang mereka gagas. Kemampuan Intan dan Aria dalam mengemas pesan dan penggunaan sosial media menjadi salah satu modal awal mereka yang membuat orang menoleh "Menuju Timur".
Melalui website yang mereka buat www.menujutimur.com , Intan dan Aria menggambarkan petualangan mereka yang luar biasa di Timur Indonesia. Lagi-lagi saya tekankan konten menjadi poin utama dalam "Menuju Timur". Website ini dibuat untuk menginformasikan mengenai kearifan lokal, budaya, dan keindahan alam Timur Indonesia. Kemampuan mendengar menjadi skill utama yang digunakan oleh Intan dan Aria, untuk mengerti apa yang dibutuhkan oleh saudara-saudara kita di Timur Indonesia. Seperti yang kita ketahui, kemampuan saudara kita di Timur Indonesia tidak didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai seperti kita yang di Pulau Jawa. Melalui, Menuju Timur jembatan itu dibangun untuk melihat lebih dekat yang selama ini hanya bisa kita lihat di televisi tanpa mampu kita rasakan. Intan dan Aria melukiskan bukan hanya menulis mengenai pengalaman mereka di Timur Indonesia. Saya percaya membaca dan mendengar, merupakan salah satu hal yang utama yang harus kita lakukan karena kita diberkahi Tuhan sepasang mata, telinga dan bukan sepasang mulut. Melalui menujutimur.com , saya membaca dan mendengarkan hingga dapat merasakan apa yang ada di Timur Indonesia. Keberadaan mereka yang seringkali hanya bisa menjadi tontonan yang menarik berubah menjadi potensi yang harus kita banggakan dan perlu dijembatani. Intan dan Aria melihat dan mendengarkan kebutuhan mereka dan akhirnya mereka berusaha untuk menjadi jembatan bagi saudara kita di timur Indonesia untuk bersuara. Intan dan Aria membuat beberapa project, salah satunya adalah mengajak untuk menggumpulkan buku-buku untuk taman Bacaan Wae Rebo , di project ini mereka mengklasifikasikan buku-buku yang dibutuhkan oleh saudara-saudara kita di Timur Indonesia. Buku menjadi salah satu jendela bagi mereka untuk mengakses dunia karena aliran listrik terbatas, sinyal hp juga byar preet begitu pula dengan siaran televisi. Banyak hal yang selama ini tidak terkupas mengenai Indonesia Timur, salah satunya adalah mengenai Papa Jo salah seorang aktifis lingkungan yang konsisten mengumpulkan sampah-sampah dan memberikan pemahaman mengenai sampah kepada masayarakat di Labuan Bajo. Aktifitas Papa jo yang memiliki nama asli Stefan Rafael ini, berlandaskan dengan riset serta pengetahuannya mengenai pengelolaan sampah dan kearifan lokal masyarakat sekitar Labuan Bajo. Konsistensi papa Jo dalam memerangi sampah dan mengolah sampah membuatnya di undang untuk menghadiri Konferensi PBB lingkungan hidup di Jepang. Untuk lebih menyebarluaskan aktifitas yang dilakukan Papa Jo, Intan dan Aria merasa perlu untuk membuat film dokumenter mengenai papa Jo hingga perjalanannya menjadi pembicara dalam forum PBB di Okinawa, Jepang. Uniknya keterbatasan biaya untuk pembuatan video ini menimbulkan ide untuk mengumpulkan dana melalui crowdfunding dengan cara unik. Intan, mejahitkan koleksi kain tenun dari Timur Indonesia pada bahan denim second yang ia miliki di tukang jahit sepeda . Jadilah jaket jeans, vest, rok dan kemeja jeans yang unik yang dilabeli sight from the east , yang dijual ke beberapa kenalan mereka dan akhirnya ide ini berhasil menghasilkan sebuah Film dokumenter "The Plasticman Journey". Ini Sebuah bukti, carut marut politik tidak membuat kita larut dan tidak bisa berbuat apa-apa dan anak muda mampu bergerak dengan segala keterbatasannya.
Sebuah perjuangan bukan dilihat dari idenya tapi sejauhmana sebuah ide itu dijalankan dengan konsisten. Intan dan Aria tidak berhenti sampai disini, perjalanan ke Pulau Aru mempertemukan mereka dengan persoalan disana. Pulau Aru yang mungkin selama ini bisa kita lihat di peta, memiliki persoalan yang pelik ketika 3/4 lahan mereka hendak dijadikan lahan perkebunan tebu. Arogansi pemodal dan term aktifitas "pembangunan" tidak mengindahkan alam di pulau Aru. Pulau Aru merupakan salah satu pulau pecahan benua Asia dan benua Australia, hal ini menjadikan pulau Aru menjadi rumah bagi berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan hewan liar yang dilindungi. Perjuangan masyarakat pulau Aru, merupakan gerakan murni yang didukung oleh seluruh elemen masyarakat disana. Intan dan Aria menjadi salah satu jembatan untuk menyuarakan suara mereka melalui media sosial. Dengan #saveAru yang diinformasikan Intan dan Aria melalui twitter, banyak orang akhirnya menjadi tahu keberadaan Pulau Aru dan problem yang mereka hadapi. Alhamdulillah, akhirnya pulau Aru tidak jadi untuk perkebunan Tebu, salah satunya karena penyebaran informasi yang dilakukan Aria dan Intan melalui Media Sosial. Penyebaran informasi melalui sosial media menjadi salah satu saluran yang efektif karena banyak jurnalis saat ini (baca penelitian Dewan Pers mengenai penggunaan Media Sosial di kalangan Jurnalis) menggunakan informasi di sosial media sebagai bahan dasar peliputannya. Ketika #SaveAru di dengungkan di sosial media, mungkin saja akhirnya banyak jurnalis menjadi "ngeh" mengenai persoalan penting di Pulau Aru.
Intan dan Aria merupakan anak muda biasa yang konsisten dengan apa yang dikerjakannya. Saya salut kepada mereka berdua, karena mencintai apa yang mereka kerjakan. Saat ini mereka menyemarakkan Pasar Santa dengan membuka "Sub Store" yang menjual Vinyl dan koleksi "Sight from The East" . Dari hasil penjualan ini, mereka memberi cahaya di Timur Indonesia . Memberi dengan tulus dan berbuat dengan konsisten menjadi sebuah inspirasi yang tak lekang. Menghiraukan perkataaan sekelilingnya yang awalnya hanya mencibir apa yang mereka lakukan dan terus memburu passion yang mereka miliki. Saya jadi teringat kata Ahmad Wahib, "Ilham itu harus dicari. Jangan ditunggu dia datang sendiri. Ilham itu harus dikejar, diperas, diburu dan dipeluk". Ilham dari Timur dipeluk erat Intan dan Aria.
Kesempatan dan waktu mempertemukan saya kembali dengan Intan dan Aria. Intan dalam pandangan saya merupakan sosok yang tidak bisa diam dalam melihat sesuatu yang sesuai dengan passionnya. Awal pertemuan saya dengan Intan ketika saya membuat sebuah penelitian mengenai gerakan #SahabatLokananta yang digagasnya bersama beberapa temannya. Gagasan yang timbul karena keprihatinan mengenai studio Lokananta, Solo yang terbengkalai ini ramai diperbicangkan orang di media sosial berkat inisiasi Intan yang peduli dengan nasib Lokananta yang merupakan bagian sejarah industri musik dan rekaman di Indonesia. Gerakan #sahabatlokananta akhirnya menjadi sebuah gerakan nasional yang mampu menyedot perhatian berbagai kalangan untuk melakukan upaya penyelamatan musik-musik Indonesia, dan menjadi sebuah pembuktian jika media sosial memiliki daya untuk mendorong perubahan sosial. Hal ini dikarenakan Intan dan teman-teman mampu mengolah konten dengan tulus, unik dan berbeda dengan gerakan lainnya. Berhasil melakukan gerakan #SahabatLokananta, Intan yang memiliki hobi travelling ke beberapa tempat di Indonesia, jatuh cinta dengan Timur Indonesia. Keindahan alam Timur Indonesia akhirnya mendorongnya lagi, bersama Aria untuk melakukan sesuatu. Aria sendiri awalnya sudah bekerja di salah satu agency iklan ternama di Jakarta, setiap weekend ia melakukan aktifitas jalan-jalan ke berbagai kota di Indonesia. Kegiatan ini akhirnya membuatnya nekat untuk melakukan perjalanan ke Flores seorang diri dengan mobil. Aria menemukan sesuatu di Timur Indonesia, yang mungkin bagi sebagian anak muda lainnya akan enggan untuk meninggalkan geliat manja Ibukota. Sebagai anak yang tinggal di Jakarta kita memiliki akses yang lebih beruntung dibandingkan remaja yang tinggal di Timur Indonesia, akses informasi yang terbatas, akses transportasi dan pendidikan menjadi kendala mereka dalam mengeksplorasi dan memberdayakan diri serta lingkungan sekitarnya. Keprihatinan ini, merupakan cikal bakal gerakan Menuju Timur yang mereka gagas. Kemampuan Intan dan Aria dalam mengemas pesan dan penggunaan sosial media menjadi salah satu modal awal mereka yang membuat orang menoleh "Menuju Timur".
Melalui website yang mereka buat www.menujutimur.com , Intan dan Aria menggambarkan petualangan mereka yang luar biasa di Timur Indonesia. Lagi-lagi saya tekankan konten menjadi poin utama dalam "Menuju Timur". Website ini dibuat untuk menginformasikan mengenai kearifan lokal, budaya, dan keindahan alam Timur Indonesia. Kemampuan mendengar menjadi skill utama yang digunakan oleh Intan dan Aria, untuk mengerti apa yang dibutuhkan oleh saudara-saudara kita di Timur Indonesia. Seperti yang kita ketahui, kemampuan saudara kita di Timur Indonesia tidak didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai seperti kita yang di Pulau Jawa. Melalui, Menuju Timur jembatan itu dibangun untuk melihat lebih dekat yang selama ini hanya bisa kita lihat di televisi tanpa mampu kita rasakan. Intan dan Aria melukiskan bukan hanya menulis mengenai pengalaman mereka di Timur Indonesia. Saya percaya membaca dan mendengar, merupakan salah satu hal yang utama yang harus kita lakukan karena kita diberkahi Tuhan sepasang mata, telinga dan bukan sepasang mulut. Melalui menujutimur.com , saya membaca dan mendengarkan hingga dapat merasakan apa yang ada di Timur Indonesia. Keberadaan mereka yang seringkali hanya bisa menjadi tontonan yang menarik berubah menjadi potensi yang harus kita banggakan dan perlu dijembatani. Intan dan Aria melihat dan mendengarkan kebutuhan mereka dan akhirnya mereka berusaha untuk menjadi jembatan bagi saudara kita di timur Indonesia untuk bersuara. Intan dan Aria membuat beberapa project, salah satunya adalah mengajak untuk menggumpulkan buku-buku untuk taman Bacaan Wae Rebo , di project ini mereka mengklasifikasikan buku-buku yang dibutuhkan oleh saudara-saudara kita di Timur Indonesia. Buku menjadi salah satu jendela bagi mereka untuk mengakses dunia karena aliran listrik terbatas, sinyal hp juga byar preet begitu pula dengan siaran televisi. Banyak hal yang selama ini tidak terkupas mengenai Indonesia Timur, salah satunya adalah mengenai Papa Jo salah seorang aktifis lingkungan yang konsisten mengumpulkan sampah-sampah dan memberikan pemahaman mengenai sampah kepada masayarakat di Labuan Bajo. Aktifitas Papa jo yang memiliki nama asli Stefan Rafael ini, berlandaskan dengan riset serta pengetahuannya mengenai pengelolaan sampah dan kearifan lokal masyarakat sekitar Labuan Bajo. Konsistensi papa Jo dalam memerangi sampah dan mengolah sampah membuatnya di undang untuk menghadiri Konferensi PBB lingkungan hidup di Jepang. Untuk lebih menyebarluaskan aktifitas yang dilakukan Papa Jo, Intan dan Aria merasa perlu untuk membuat film dokumenter mengenai papa Jo hingga perjalanannya menjadi pembicara dalam forum PBB di Okinawa, Jepang. Uniknya keterbatasan biaya untuk pembuatan video ini menimbulkan ide untuk mengumpulkan dana melalui crowdfunding dengan cara unik. Intan, mejahitkan koleksi kain tenun dari Timur Indonesia pada bahan denim second yang ia miliki di tukang jahit sepeda . Jadilah jaket jeans, vest, rok dan kemeja jeans yang unik yang dilabeli sight from the east , yang dijual ke beberapa kenalan mereka dan akhirnya ide ini berhasil menghasilkan sebuah Film dokumenter "The Plasticman Journey". Ini Sebuah bukti, carut marut politik tidak membuat kita larut dan tidak bisa berbuat apa-apa dan anak muda mampu bergerak dengan segala keterbatasannya.
Sebuah perjuangan bukan dilihat dari idenya tapi sejauhmana sebuah ide itu dijalankan dengan konsisten. Intan dan Aria tidak berhenti sampai disini, perjalanan ke Pulau Aru mempertemukan mereka dengan persoalan disana. Pulau Aru yang mungkin selama ini bisa kita lihat di peta, memiliki persoalan yang pelik ketika 3/4 lahan mereka hendak dijadikan lahan perkebunan tebu. Arogansi pemodal dan term aktifitas "pembangunan" tidak mengindahkan alam di pulau Aru. Pulau Aru merupakan salah satu pulau pecahan benua Asia dan benua Australia, hal ini menjadikan pulau Aru menjadi rumah bagi berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan hewan liar yang dilindungi. Perjuangan masyarakat pulau Aru, merupakan gerakan murni yang didukung oleh seluruh elemen masyarakat disana. Intan dan Aria menjadi salah satu jembatan untuk menyuarakan suara mereka melalui media sosial. Dengan #saveAru yang diinformasikan Intan dan Aria melalui twitter, banyak orang akhirnya menjadi tahu keberadaan Pulau Aru dan problem yang mereka hadapi. Alhamdulillah, akhirnya pulau Aru tidak jadi untuk perkebunan Tebu, salah satunya karena penyebaran informasi yang dilakukan Aria dan Intan melalui Media Sosial. Penyebaran informasi melalui sosial media menjadi salah satu saluran yang efektif karena banyak jurnalis saat ini (baca penelitian Dewan Pers mengenai penggunaan Media Sosial di kalangan Jurnalis) menggunakan informasi di sosial media sebagai bahan dasar peliputannya. Ketika #SaveAru di dengungkan di sosial media, mungkin saja akhirnya banyak jurnalis menjadi "ngeh" mengenai persoalan penting di Pulau Aru.
Intan dan Aria merupakan anak muda biasa yang konsisten dengan apa yang dikerjakannya. Saya salut kepada mereka berdua, karena mencintai apa yang mereka kerjakan. Saat ini mereka menyemarakkan Pasar Santa dengan membuka "Sub Store" yang menjual Vinyl dan koleksi "Sight from The East" . Dari hasil penjualan ini, mereka memberi cahaya di Timur Indonesia . Memberi dengan tulus dan berbuat dengan konsisten menjadi sebuah inspirasi yang tak lekang. Menghiraukan perkataaan sekelilingnya yang awalnya hanya mencibir apa yang mereka lakukan dan terus memburu passion yang mereka miliki. Saya jadi teringat kata Ahmad Wahib, "Ilham itu harus dicari. Jangan ditunggu dia datang sendiri. Ilham itu harus dikejar, diperas, diburu dan dipeluk". Ilham dari Timur dipeluk erat Intan dan Aria.
Komentar