Meillinna Abriyanti Harapan dari Gunung Kidul

"Bu… laki atau perempuan yang mau ketemu ?" tanya Meillinna kepada Nurleily guru BK SMAN 2 Wonosari. "Karena kalau laki-laki saya malu…" ujarnya. 


Meillinna Abriyanti (15 thn)pelajar SMP peraih nilai UAN terbaik tahun 2015 dari Wonosari, Gunung Kidul Yogyakarta. Namun kesulitan ekonomi, membuat langkahnya untuk menempuh pendidikan sedikit terhambat untuk melanjutkan ke tingkat SMA. Hingga akhirnya Dahuni Foundation yang berpusat di London, Inggris memberikan peluang untuk Meillinna Abriyanti menempuh pendidikannya dengan layak. 

Dalam rangka pemberian beasiswa tersebut saya bertemu dengan Meillinna Abriyanti, selaku mentor Dahuni Foundation. Awalnya Mellinna, nampak malu-malu, namun setelah diajak bicara mengenai Fisika ia nampak cair. 

Dengan lugu, ia mengungkapkan kegemarannya mempelajari Fisika, pelajaran yang bagi sebagian oranng sulit untuk dipelajari . "Fisika itu menyenangkan dan gara-gara fisika jadi dapat teman", ungkap Mellinna. 




Meillinna Inspiring!    


Gadis yang lahir tepat pada hari jadi TNI ini merupakan sosok yang bersahaja dan memiliki tekad yang kuat. Pendidikan untuknya sangat penting, bukan saja demi meraih cita-citanya sebagai dosen kelak namun juga sebagai pendobrak streotype. Anggapan perempuan tidak penting untuk memperoleh pendidikan yang layak, masih kerap ia dengar. Perempuan masih dinomorduakan dalam memperoleh pendidikan hal ini disebabkan pandangan budaya dan sistem patriarkhi yang mengekang perempuan untuk tunduk pada ranah domestik. 
Kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang layak, bagi sebagian anak perempuan di Indonesia bukan hanya persoalan ekonomi tapi juga sistem budaya patriarkhi yang membatasi ruang gerak perempuan dalam memperoleh pendidikan. Dalam masyarakat patriarkhi,  perempuan "diharuskan" untuk masuk area sumur,kasur dan dapur yang bagi sebagian masyarakat merupakan kodrat perempuan dan tidak memerlukan pendidikan tinggi. 
Mellinna menolak tunduk budaya ini, baginya pendidikan untuk anak perempuan itu penting. Ia pun turut prihatin terhadap budaya pernikahan dini yang ada di daerahnya. Banyak teman sebaya Mellinna putus sekolah akibat pernikahan dini dan akhirnya tak mampu untuk mengenyam pendidikan yang baik. 


Selain itu masih rendahnya motivasi untuk belajar jadi salah satu persoalan tersendiri yang bagi Mellinna juga harus diselesaikan. Salah satu contohnya adalah di tempat ia mengenyam pendidikan dasar dulu, yang menurutnya mulai menurun motivasi belajarnya. Ia memiliki tekad untuk bisa menjadi role model bagi adik-adik kelasnya kelak dengan memberikan kelas motivasi. Dengan kelas ini, ia berharap bisa menumbuhkan harapan bagi masa depan Gunung Kidul melalui pendidikan. 
Beasiswa yang diberikan menjadi motivasi dan tantangan bagi Meillina untuk belajar lebih giat dan mewujudkan cita-citanya. Salah satu cita-cita jangka pendeknya, ia bisa bertemu dengan Prof. Yohannes Surya. Semoga segala impian tercapai dan menumbuhkan harapan bagi Gunung Kidul. 
Jika di Pakistan ada Malala, di Gunung Kidul ada Meillinna dengan sejuta cita dan harapannya. 

Komentar